Wednesday, 26 December 2012

Bahasa Inggris dan Kurikulum 2013



            Pada tahun 2013 mendatang, akan diberlakukan kurikilum baru menggantikan kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu Kurikulum 2013. Terdapat beberapa perubahan terkait dengan mata pelajaran yang akan diberlakukan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam kurikulum ini, aka ada pengurangan mata pelajaran sekolah di tingkat SD dan SMP. SMP yang semula mempunyai 12 mata pelajaran, pada tahun 2013 hanya akan mempunyai 10 mata pelajaran saja. Sepuluh mata pelajaran tersebut yaitu Pendidikan Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Muatan Lokal, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan Prakarya. Sedangkan untuk SD, terjadi perubahan dari 10 mata pelajaran menjadi hanya enam pelajaran, antara lain adalah Matematika, Bahasa Indonesia, Agama, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan Kesenian, sedangkan IPA dan IPS menjadi tematik di pelajaran-pelajaran lain.
            Dari perubahan jumlah mata pelajaran dalam kurikulum 2013, tidak terlihat adanya mata pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum Sekolah Dasar (SD). Menurut saya hal ini tidak sejalan dengan faktor awal dibuatnya pengembangan kurikulum 2013 seperti yang dilansir oleh pemerintah dalam website resminya di http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id, yaitu salah satu diantaranya adalah  tantangan masa depan yang meliputi arus globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, dan ekonomi berbasis pengetahuan. Kemudian faktor pendukung lain adalah adanya kompetensi masa depan yang salah satu diantaranya adalah kemampuan berkomunikasi. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, saya rasa pemberian mata pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar sangat penting terkait dengan tantangan masa depan seperti arus globalisasi dan kemampuan berkomunikasi. Pemerintah mungkin memiliki pemikiran yang berbeda terhadap penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris pada tingkat Sekolah Dasar (SD), yaitu untuk lebih memaksimalkan atau memperkuat kemampuan Bahasa Indonesia terlebih dahulu sebelum mempelajari bahasa asing. Pemerintah berfikir bahwa adanya mata pelajaran Bahasa Inggris pada jenjang Sekolah Dasar (SD) khusunya kelas-kelas pertama hanya akan menyulitkan siswa dalam belajar terutama dalam berbahasa Indonesia. Menurut saya, untuk mempelajari bahasa asing memang diperlukan atau dibiasakan sejak dini. Siswa akan lebih mudah dalam menerima input bahasa. Namun, untuk mendapati siswa agar tidak merasa terbebani dalam mempelajari Bahasa Inggris memang diperlukan adanya tenaga kerja yang kompeten. Guru harus mengenalkan Bahasa Inggris dengan metode yang ringan dan menyenangkan sehingga siswa tidak merasa kebingunan saat harus mempelajari dua bahasa sekaligus yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
            Menurut saya, maksud dari pemerintah untuk meningkatkan nasionalisme berbahasa Indonesia pada anak usia dini maupun anak usia sekolah dasar sangat bagus. Akan tetapi, untuk menghapus begitu saja mata pelajaran Bahasa Inggris saya rasa kurang tepat. Hal ini karena danya beberapa faktor yang akan saya jabarkan di bawah ini. Pertama, pemberian pengajaran Bahasa Inggris sejak dini merupakan upaya untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia yang mampu untuk menjawab tantangan globalisasi. Di era modern ini, tentu saja penggunaan Bahasa Inggris adalah mutlak berkaitan dengan tidak adanya batas antara berbagai negara di dunia untuk saling berelasi, berhubungan, dan bekerja sama. Seperti yang telah saya katakana di atas, pemberian materi Bahasa Inggris pada siswa SD tidak perlu dihilangkan atau dihapuskan. Yang perlu dilakukan berkaitan dengan misi dari pemerintah adalah dengan mengurangi atau menghilangkan beban siswa dalam mempelajarinya. Siswa hanya perlu untuk diperkenalkan terlebih dahulu guna untuk mempersiapkan pembelajaran yang lebih mendalam pada jenjang selajutnya. Contohnya adalah siswa tidak perlu diajarkan untuk membuat kalimat, namun diperkenalkan dahulu tentang kata-kata yang ringan seperti angka-angka atau benda sehari-hari.
            Faktor yang kedua berkaitan dengan adanya kebijakan-kebijakan terdahulu yang mewajibkan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan local wajib yang harus ditempuh oleh siswa-siwa Sekolah Dasar (SD). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan dari adanya kebijakan tersebut oleh semua lemen pedidikan seperti tenaga pengajar maupun pihak dari pemerintah daerah setempat. Tidak sedikit pula dana APBN dan APBD yang dikeluarkan untuk peningkatan kompetensi guru Bahasa Inggris SD melalui diklat-diklat dan termasuk aneka ragam kegiatan mandiri sekolah dan masyarakat yang telah banyak dilakukan. Penghapusan begitu saja mata pelajaran Bahasa Inggris pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dirasa sangat mengecewakan mengingat banyaknya tenaga dan upaya untuk menjalankan atau menyukseskan kebijakan terdahulu oleh semua pihak.
Di samping itu, perubahan kurikulum ini berpengaruh dan berdampak besar pada guru mulok Bahasa Inggris di Sekolah Dasar (SD). Kebijakan terdahulu yang mewajibkan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan local wajib untuk Sekolah Dasar membuat semakin meningkatnya guru mulok mata pelajaran tersebut sampai saat ini.hal ini tentu saja akan sangat merugikan bagi mereka, seakan nasib mereka dipermainkan oleh kebijakan pemerintah yang sekarang menjadi semakin tidak jelas. Rasanya sikap pemerintah yang meniadakan mata pelajaran Bahasa Inggris menandakan tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap para guru mulok ini, apalagi bagi mereka yang sudah mengabdi bertahun-tahun lamanya.
Kemudian, penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris ini juga akan berdampak pada Lembaga Pendidikan Teanaga Keguruan (LPTK). Kebijakan ini tentu akan melemahkan peran dan fungsi LPTK yang sudah menjalankan program-program yang berkaitan dengan mata pelajaran Bahasa Inggris pada jenjang Sekolah Dasar ataupun PAUD dan Taman Kanak-kanak, misalnya penyiapan program bahasa Inggris untuk anak-anak dan pelaksanaan kerjasama mereka dalam penyediaan tenaga pengajar bahasa Inggris bagi SD, PAUD maupun TK. Semua usaha dan upaya dari semua kegiatan tersebut akan terasa sia-sia apabila kebijakan penghapusan mata pelajaran ini benar-benar disahkan.
Yang terakhir adalah kebijakan ini dapat menurunkan nilai kepentingan Bahasa Inggris di mata orang tua siswa atau bahkan di mata siswa itu sendiri. Sejak tahun 1994 yaitu saat berlakunya kebijakan muatan local wajib mata pelajaran Bahasa Inggris pada tingkat Sekolah Dasar, persepsi masyarakat adalah Bahasa Inggris sangat penting untuk dikuasai oleh anak-anaknya bahkan sejak dini harus diajarkan. Orangtua siswa sangat mendukung pemberian pelajaran bahasa Inggris sejak awal. Bahkan harapan orangtua pada umumnya adalah supaya pemberian pelajaran bahasa Inggris diberikan bukan dari kelas empat, melainkan dari kelas satu. Jika program tersebut terhenti, tentu akan meresahkan mereka.
Akhirnya, dapat saya simpulkan bahwa penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris pada tingkat Sekolah Dasar kurang tepat dan kurang sesuai untuk diterapkan mengingat banyak faktor yang mempengaruhi dan berbagai dampak yang dapat ditimbulkan olehnya. Seperti yang telah dilansir pemerintah dalam website http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id, kurikulum 2013 ini akan melewati beberapa tahap sebelum benar-benar diputuskan dan disahkan oleh pemerintah. Tahap-tahap tersebut adalah penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan, kemudian pemaparan desain kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan dan Komisi X DPR RI, kemudian tahap ketiga yaitu pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat, dan yang terakhir akan dilakukan penyempurnaan yang selanjutnya ditetapkan menjadi kurikulum 2013. Sebelum adanya penetapan tersebut, alangkah baiknya pemerintah benar-benar mempertimbangkan setiap pendapat atau tanggapan yang disampaikan masyarakat terkait dengan hal ini, sehingga elemen masyarakat maupun elemen pendidikan secara keseluruhan tidak merasa dirugikan.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar :)